Sinopsis Lengkap #CintaElif Episode 23 Jumat 30 Oktober 2015
Seorang pria (suruhan Tayyar dan Metin), datang ke penjara
dan menjadi narapidana yang tinggal satu sel dengan Taner.
Di kantor polisi, Huseyin dan Arda membicarakan kasus
pembunuhan lama. Omer lalu masuk dengan wajah suntuk.
“Selamat datang Omer!” Tegur Huseyin. “Apa yang terjadi
padamu? Kau bahkan tak mau membalas salamku!”
“Selamat datang, Kak!”
“Darimana kau?” Tanya Arda
“Aku punya beberapa pekerjaan,” Jawab Omer.
Pelin lalu masuk, “Berkasnya Taner telah tiba.”
“Apa kau sudah melihatnya? Apa katanya?” Arda penasaran.
Begitupun Omer. Huseyin hanya tersenyum dalam hati karena dia sudah tahu
isinya, dan sudah merekayasanya.
“Sampel darahnya cocok!” Jawab Pelin.
Omer dan Arda memeriksa laporannya. Huseyin lalu berucap,
“Apa yang kukatakan. Apa rambutku berubah jadi putih ini hanya untuk hal
sia-sia (membanggakan pengalamannya sendiri)? Terus baca saja, mungkin saja
kebenarannya akan berubah!” Ledek Huseyin.
“Laporannya sangat jelas. Pembunuh Ahmed Denizer dan Sibel
adalah Taner. Kasus ini selesai.” Ucap Arda.
“Belum selesai,” Sanggah Omer.
“Apanya yang belum selesai?” Tanya Huseyin, kesal.
“Bukankah kita sudah menginterogasi pria ini (Taner)? Apa
dia terlihat mencurigakan? Dia bahkan tak punya pandangan sedikitpun soal
lokasi pembunuhan.”
“Apa kau ingin dia mengatakan kalau dialah pembunuhnya atau
dia tahu lokasi pembunuhannya?” Sindir Huseyin.
“Terserah apa katamu, Kak, tapi Taner tak memiliki sebuah
motif untuk membunuh Ahmed Denizer dan juga Sibel.”
“Uang... uang.... adakah motif yang lebih baik dari uang?
Ada berlian dalam mobil itu yang harganya 110 juta dolar. 110 juta. Uang
sebanyak itu mampu membuat seseorang kehilangan akalnya. Taner membunuh pria
itu dan berencana lagi dengan kekasihnya. Dia mengikutinya dari belakang dan
sudah melihat berliannya. Dia pergi meninggalkan rumah untuk menemukan tempat
berlian itu disembuyikan. Itulah yang terjadi.”
“Baiklah kita memang tahu kalau ada bekas darah di bajunya.
Tapi untuk apa ada bekas darah di mobilnya Taner? Bukankah Ahmed dan Sibel
ditemukan berada di mobilnya Ahmed, dan kita sama-sama tahu bahwa sebelumnya
Sibel diseret ke mobilnya Ahmed. Itu jelas. Makanya, apa masuk akal jika
ditemukan jejak darah di bagasi mobilnya Taner?” Tanya Omer.
Pelin mulai ikut berpikir.
“Aku tak bisa menerima kasus ini selesai. Aku tak bisa!”
Omer terus saja menolak. Mereka telah menutup kasus ini sejak awal. Hal yang
sama terjadi saat ini. Seseorang telah menjebloskan Taner ke dalam penjara
untuk menutup kasus ini.”
“Apa yang kau katakan? Kita sudah mengerjakan kasus ini
sepanjang waktu. Kitalah yang sudah mengumpulkan barang buktinya. Omer,
sekalipun kau tak bisa mempercayai apa yang telah dilakukan Sibel, itu tak akan
mengubah kenyataan!” Sentak Huseyin.
“Apa yang kau katakan?”
“Apa yang kau katakan?”
Huseyin dan Omer bertengkar. Pelin dan Arda merelai.
Omer lalu pergi, “Kau sudah keliru... kau sudah keliru....”
Sementara itu Huseyin terus saja mengomel di belakang.
Di luar gedung kantor polisi, Arda terus saja menasehati
Omer. Setelah itu mereka membahas soal berlian dan Taner. Arda meyakinkan Omer
kalau siapapun mampu melakukan kejahatan demi berlian. Tapi Omer masih bertahan
dengan keyakinannya bahwa Taner bukanlah pembunuh. Arda lalu bertanya,
“Omer, bagaimana dengan Elif?”
“Aku sudah memberitahunya. Aku sudah bilang dan aku
berharap tak pernah memberitahunya.” Jawab Omer.
“Jangan katakan itu! Itu buruk. Apa yang akan kau lakukan?
Maksudku apa yang akan terjadi? Apa hubungan kalian sudah selesai? Akankah kau
melupakannya?”
“Aku masih bisa belum bisa meyakinkan diriku sendiri untuk
menerima semua itu, Kawanku. Aku tak mampu.” Ucap Omer yang kemudian masuk ke
dalam mobilnya.
Arda lalu berujar, “Aku tahu. Kau berada dalam posisi yang
sangat sulit saat ini. Lalu apa yang akan kau lakukan? Bukankah kita tahu bahwa
Elif telah melakukan kejahatan (money laundry)? Tidakkah lebih buruk, jika Elif
diinterogasi besok atau nanti oleh Bagian Kriminal? Apa kau akan tetap diam?
Apa kita akan bersikap seolah-olah tak tahu apa-apa?“
Omer tampak berpikir karena omongan Arda ada benarnya.
Omer hanya menatap Arda, seolah-olah memberitahu Arda kalau
Omer ingin menyelesaikannya sendiri. Arda pun setuju, “Baiklah, lalukan apa
yang kau inginkan!”
Setelah itu Omer pergi.
Melike dan Ibu Elvan berjalan kaki menuju rumah Elif. Di
belakangnya ada Demet.
Melike terus saja menggerutu karena kelelahan. Dia protes
pada ibunya. Tapi Ibu Elvan menjelaskan kalau mereka harus datang ke rumah Elif
untuk ikut acara pengajian karena Elif sudah mengundang. Melike setuju, dan
menganggap Elif sebagai keluarganya.
Demet lalu memberitahu ibu dan neneknya kalau mereka sudah
sampai di depan rumah Elif. Melike langsung terbeliak tak percaya, kagum, saat
melihat begitu besar dan mewahnya rumah Elif.
“Ini bukan rumah, Sayang. Ini Istana....” Ucap Melike.
“Betapa kayanya mereka!”
Ibu Elvan lalu mengajak menantunya itu menyeberang.
Sesampainya di gerbang depan, mereka menemui seorang satpam jaga. Setelah Ibu
Elvan menjelaskan kedatangannya, mereka akhirnya diperbolehkan masuk. Melike
agak sewot dengan satpam itu, karena sikapnya kurang ramah.
Di ruang tamu rumah Elif, Bahar sibuk menyiapkan semuanya
untuk pengajian. Elif lalu masuk sembari sibuk menelepon, dan Bahar protes.
“Elif, jangan teleponan lagi. Itu tak akan menguntungkanmu.
Aku yang akan menjawab semua panggilannya nanti.”
“Ya kau benar, tapi kesannya tak sopan. Kau pun sudah
sangat kelelahan untuk semua ini.”
“Jangan berucap seperti itu!”
“Dimana Nilufer?”
“Di teras.”
Elif lalu menemui Nilufer di teras. Nilufer sedang
menelepon (Metin). Elif tahu-tahu muncul di belakangnya.
“Nilu...”
“Elif!”
“Siapa yang menelepon?”
“Apa urusanmu, Elif!” Sentak Nilufer.
“Nilufer bicara yang sopan denganku!”
“Jangan lagi ikut campur urusanku mulai dari sekarang!”
“Dengar! Setidaknya jangan buat masalah hari ini.”
“Maksudmu akulah yang menciptakan masalah sekarang ini?”
Nilufer kesal.
Huliya datang memanggil Elif. “Nona Elif, Nyonya Elvan
sudah datang!”
Elif pun meninggalkan Nilufer dan menemui Ibu Elvan.
“Terimakasih sudah datang!”
“Aku turut berduka cinta...”
Elif lalu menyapa Melike dan Demet.
“Pembacaan doa akan dimulai sebentar lagi. Silahkan duduk!
Jangan berdiri!”
Ibu Elvan lantas melihat meja makan, dan bertanya, “Nak,
apa kau sudah membuat manisan? Anak-anaknya mendiang harus membuatnya!”
“Setahuku tidak ada yang memesan manisan. Kami tak berpikir
untuk membagikannya....”
“Jangan takut, Nak!” Ibu Elvan menawarkan dirinya untuk
membuatkan manisan itu.
Elif tak enak, dan mencegahnya, “Tak perlu! Katakan padaku
apa yang harus kami buat dan aku akan menyuruh mereka untuk membuatnya. Ibuku
dulu melakukan semuanya tanpa masalah sedikitpun. Ini hari terakhir kami untuk
mengenangnya. Biarkan semuanya seperti yang diingkannya...”
“Jadi kau yang akan membuat manisan?”
“Aku tak pernah membuat manisam. Aku tak tahu bagaimana
membuatnya.”
“Aku akan membantumu. Ayo kita ke dapur!”
“Baiklah!”
Elif lalu mengajak Ibu Elvan ke dapur. Sementara itu Melike
dan Demet sibuk mengagumi jamuan yang disajikan para pelayan di meja makan.
Bahar masuk, dan melihat mereka. Tatapan Bahar begitu
sinis. Merendahkan.
Ia lalu menghampiri Nilufer dan bergosip soal penampilan
Demet yang dianggapnya sangat kampungan.
Di dapur, Ibu Elvan mengajari Elif
membuat manisan.
Saat mengaduk gula dan margarin di panci,
Elif diminta ibu Elvan, “Berdoalah sembari mengaduk. Doa-doamu ini akan sampai
ke ibumu dan membuatnya bahagia di sana....”
Elif menangis.
Ibu Elvan lalu bertanya,
“Apa yang kau inginkan,,, biar kubuatkan!”
“Tak perlu. Jangan buat dirimu lelah.
Disini banyak sekali makanan. Kami pun tidak nafsu makan.”
“Ah, itu tidak baik buatmu... kau bisa
sakit. Di semua makananya kering. Kau butuh yang bisa menghangatkan
tenggorokanmu. Ah,,, aku akan membuatkamu pie bayam. Aku akan memasaknya
sekarang. Dan jika kau ingin roti merica.. akupun akan membuatkannya.”
“Tak perlu, Bu. Jangan merepotkan
dirimu!”
“Kau tak mendengarkan orang tua!
Ibu Elvan lalu memanggil Melike untuk
membantu. Tak lama kemudian, Huliya datang memberitahu Elif kalau tamu-tamunya
sudah datang.
Ibu Elvan menyuruh Elif menemui mereka.
Melike sibuk mengagumi dapur rumah Elif
yang sangat mewah. Tangannya lancang membuka setiap laci dan pantri untuk
melihat perabotan makan.
Saat pembacaan doa berlangsung, Elif tak
kuasa menahan kesedihannya. Elif berlari meninggalkan ruang tamu sembari
menangis, lalu naik ke kamarnya.
Ibu Elvan melihatnya, lalu menyusulnya.
Sementara itu, di dalam mobilnya yang
melaju kencang, Omer menelepon seseorang. Dia ingin menemui orang itu secara
rahasia. Omer ini membicarakan kasus pencucian uang dan komplotannya secara
privat.
Di rumah Elif, tepatnya di dalam kamar
mendiang Zerrin, Elif menangis. Ibu Elvan lalu datang menenangkannya. Elif
mencurahkan isi hatinya pada ibunya Ome, lalu menangis di pangkuannya.
Sementara itu, Demet, diam-diam naik ke
lantai dua. Ia lalu mengendap-endap masuk ke dalam kamarnya Elif, dan menjajal
beberapa perhiasannya, juga menyemprotkan parfum ke badannya.
Saat akan keluar,
Demet dikejutkan kemunculan ibunya (Melike). Melike lalu menanyai Demet dan memarahinya.
Tak lama kemudian, Ibu Elvan keluar dari kamar di sebelahnya.
Setelah itu mereka berpamitan pada Elif.
Saat akan menuruni tangga, Demet memberitahu kalau Omer sudah datang (di luar)
untuk menjemput mereka. Elif mendengarnya, dan bergegas melangkah ke teras
untuk menilik Omer dari atas (kejauhan).
Saat Omer menemui ibunya, Omer sempat
menanyakan kabar Elif.
“Bagaimana dia?”
“Elif sedang tak baik keadaannya,,,, aku
harap kau naik dan melihat sendiri keadaannya.”
“Ini sudah terlambat Bu (pengajiannya
sudah selesai). Nanti saja!”
Setelah itu Omer menyuruh ibunya masuk
ke dalam mobil, dan langsung pergi tanpa menoleh ke arah Elif (yang berdiri di
teras).
Malam. Usai makan malam, Melike dan Ibu
Elvan berdebat kecil soal dapur mereka yang kecil, wastafel mereka yang mampet,
kotor, tak seperti dapur di rumahnya Elif yang sangat bagus. Namun Ibu Elvan
mengajari Melike untuk bersyukur.
Melike lalu memberitahu mertuanya, “Kau
pasti menyukai hal ini Bu. Huseyin punya deposito sebesar 20 ribu lira. Jika
kita memintanya, kita bisa merenovasi dapur kita.”
“Darimana uang sebanyak itu?” Ibu Elvan
terkejut.
“Dia menabungnya untuk uang kuliah
Demet. Tapi kan Demet tidak kuliah. Tak ada yang tahu uang itu untuk apa. Kita
bisa memakanya untuk renovasi dapur. Kita bisa membuang furnitur lama di ruang
tamu dan menggantinya denga yang baru. Ganti juga mesin cucinya dan kita beli
kulkas yang baru. Bukankah itu hak kita untuk sedikit saja menikmati hidup ini,
Bu?”
“Selesaikan saja mencuci piringmu!”
Ibu Elvan pergi, dan Melike Cuma bisa
merengut sambil berkacak pinggang.
Di tempat bilyard, Omer dan Arda duduk
untuk minum-minum dan berbincang. Omer memberitahu Arda kalau ia mengajak Arda
minum karena dirinya marah pagi tadi. Arda bilang itu tak masalah.
“Tuhan tahu, hal terburuk dalam hidupku
Cuma masalah perceraian,,,, dan karena itu juga aku bersyukur pada Tuhan karena
dia (mantan istrinya) akhirnya meninggalkanku....” Ujar Arda.
Omer pun menyebut dirinya juga sedang
baik-baik saja, karena ada dukungan Arda, Pelin....
Arda menimpali, “Elif...”
Omer melirik Arda. Arda pun berucap,
“Jangan menghilangkan namanya dari hidupmu, Kawan. Dia telah banyak
membantumu.”
“Seperti itukah?
Arda kembali bertanya pada Omer, Apa
yang dilakukannya setelah ini. Omer bilang, tak tahu. Dia tak tahu harus
berbuat apa, karena setelah melakukan banyak hal, pada akhirnya dia telah jatuh
cinta pada seorang penjahat (Elif).
“Kau tahu, Kawan! Hatiku hancur dua
kali....”
Di rumahnya, jam dua belas malam, Elif
bermimpi buruk hingga terbangun dari tidurnya. Ia lalu mencari Nilufer di
kamarnya, namun kamarnya kosong.
Rupanya Nilufer sedang pacaran dengan
Metin di atas kapal (tak jauh dari depan rumahnya).
“Kenapa kita harus bertemu dengan cara
seperti ini? Aku bisa menemuimu.” Ucap Nilufer.
“Kita harus berhati-hati mulai dari
sekarang! Atau kita akan berpisah.”
Nilufer menangis, dan bersandar di
bahunya Metin.
“Jangan tinggalkan aku. Aku
membutuhkanmu. Rasanya hatiku patah menjadi dua. Jiwaku begitu terluka, Fatih!”
“Aku harap aku bisa menghapus semua
dukamu! Aku disini. Lihat! Aku bersumpah tak akan meninggalkanmu sendirian di
dunia terkutuk ini. Aku janji!”
Nilufer mengangguk, dan keduanya
berpelukan.
Sementara itu Elif mencari Nilufer di
ruang tamu. Kosong. “Nilufer!” Panggilnya.
Elif lalu melangkah ke teras dan melihat
Nilufer keluar dari speed boat yang menepi ke pinggir jalan dekat pantai.
Elif
pun turun ke jalan raya, dan menghampiri Nilufer. Alangkah terkejutnya Elif
saat melihat Nilufer berpelukan dan berciuman dengan Metin (Fatih) dari
kejauhan.
Metin lalu pergi dengan speed boatnya.
Dia melambaikan tangan ke arah Nilufer. Metin tak tahu kalau Elif melihatnya.
Elif segera mendekati Nilufer.
“Nilufer!”
“Elif!”
“Apa yang kau lakukan?”
“Ngobrol sama temanku.”
“Temanmu? Kau pikir aku tak melihat
siapa pria barusan? Apa yang kau lakukan, Nilufer? Apa kau gila?”
Nilufer marah. Elif kembali bertanya.
“Apa yang kau lakukan dengan pria gila itu?”
“Itu bukan urusanmu, Elif!” Nilufer lalu
kabur ke rumah.
Elif mengejar. “Nilufer!”
Sesampainya di depan pintu lift.
“Nilufer, kita harus bicara!” Bentak Elif.
Nilufer malah naik tangga, dan Elif
masih mengejarnya.
“Tinggalkan aku sendiri! Jangan
mengurusi yang bukan urusanmu. Kenapa kau selalu mencampuri hidupku?”
“Sudah berapa lama semua ini (hubungan)
terjadi? Jawab aku Nilufer!
“Jangan ikut campur! Tinggalkan aku
sendiri!”
“Apa maksudmu dengan jangan ikut campur?
Aku kakakmu dan pria itu orang yang sangat jahat.”
“Sekarang kau sebut aku adikmu. Dimana
kau saat itu, saat aku melewati hari yang buruk (saat diculik)?”
“Aku berada di sampingmu, Nilufer. Ada
di sisimu dan tak pernah meninggalkamu.”
“Aku sudah tahu semuanya, Elif. Metin
sudah memberitahuku.”
“Apa yang kau lakukan dengan pria itu?
Jadi sekarang kau mempercayainya? Nilufer pria itu memanfaatkanmu untuk
melawanku.”
“Kau memang tahu semuanya. Kau selalu
sempurna, dan akulah yang bodoh. Aku memang dimanfaatkan. Kau orang yang penuh
cinta dan pantas dicintai. Bukan begitu Elif?” Nilufer meledek.
“Jangan mengatakan hal seperti itu?
Nilufer dengarkan aku... “
“Aku sudah cukup mendengarkanmu Elif!
Sekarang dengarkan aku. Aku sudah tahu semua pekerjaan kotor yang kau dan ayah
kita lakukan. Aku tahu kalau melakukan pencucian uang.”
“Apa maksudmu? Aku dan ayah kita adalah
orang-orang yang jahat, dan kau Cuma mempercayai kata-kata pria yang Cuma kau
kenal selama 3 hari saja (Metin)? Dan kau tak menemuiku juga tak bertanya
padaku.”
“Karena aku sudah menonton sendiri
semuanya (video rekaman Elif saat pencucian uang di bank Roma).”
“Andai saja bisa kutangkap pria itu...”
Elif kesal sekali.
“Apa yang akan kau lakukan? Kau juga
seorang kriminal, Elif!”
“Baiklah. Karena Metin sudah mempertontonkan
video itu, apakah dia mengatakan kenapa aku melakukan pencucian uang?”
“Tidak.”
“Nilufer! Metin mengancamku. Aku
melakukan semuanya untuk menyelamatkanmu. Aku melakukan semuanya agar aku bisa
melihatmu lagi. Aku tidak tahu soal pencucian uang hingga kematian ayah kita.”
“Aku tak mempercayaimu.” Nilufer
melenggang pergi.
Elif menarik lengannya dengan kasar.
“Apa maksudmu dengan kau tidak mempercayaiku. Kita belum selesai bicara. Pria
itu memakaimu untuk melawanku dan kau sudah dibodohinya. Tujuan utamanya
hanyalah untuk menjadikanku kurirnya. Dia meneleponku dua hari yang lalu dan
mengancamku lagi. Jika dia sangat mencintaimu, kenapa dia menyuruh kakakmu
menjadi kurir? Itukah kekasih yang hebat, yang kau bicarakan tadi... demi
Tuhan!”
“Metin sungguh mencintaiku. Dia
mencintaiku lebih dari kau mencintaiku, dan dia tak pernah melukaiku. Apa kau
tahu saat aku diculik dulu, jika saja Metin tidak datang, apa yang akan terjadi
padaku? Jika saja Metin tidak datang tepat waktu, salah satu anak buahnya akan
memperkosaku. Metin lah yang menolongku.”
“Nilufer, Demi Tuhan, Metin itu salah
satu orang yang menculikmu...dia menyekapmu selama berhari-hari. Apa yang
terjadi pada kita semuanya karena dia. Buka matamu Nilufer! Aku satu-satunya
orang yang berusaha menyelamatkanmu.”
“Aku rasa kau tak pernah
menyelamatkanku, Elif. Aku tak pernah mengiginkan kau melakukan apapun. Aku tak
berharap. Kau bukan ibuku. Aku Cuma punya satu ibu dan dia telah tiada. Oke?
Kau tak perlu berbuat apa-apa lagi untukku!”
“Nilufer, jangan katakan hal itu!”
“Aku akan mengemasi semua
barang-barangku, dan aku akan pindah ke tempat pacarku (Metin). Karena disini
sudah tidak ada lagi yang disebut keluarga. Semua orang sibuk dengan urusannya
sendiri. Tinggalkan aku, Elif!”
“Kau harus melangkahiku dulu sebelum kau
menemui pria itu!”
“Elif, enyahlah dari jalanku, karena aku
akan tetap pergi...!”
“Tidak, kau tidak akan pergi.”
“Elif aku akan pergi!”
“Nilufer, kau tidak akan pergi
kemanapun.”
Elif lalu menampar Nilufer. Nilufer
menangis. Elif sedikit menyesal. Tapi dia tetap tegas dan memanggil Huliya.
“Ya, Nona Elif!” Huliya datang.
“Kemasi semua pakaian Nilufer ke dalam
tas sekarang! Cepat!”
“Baik, Nona!” Huliya lalu masuk ke
dalam.
Nilufer protes, “Kau tak bisa melakukan
semua ini. Kau tak bisa mengirimku ke New York. Aku tak bisa meninggalkan Metin
atau pergi kemanapun.”
“Aku kakakmu, Nilufer. Dan aku masih
bertanggung jawab atas dirimu. Aku punya hak untuk memerintahmu. Kau akan
menurutiku.”
Di sebuah terminal bus, Omer
mondar-mandir memainkan korek apinya. Seseorang datang dengan mengemudikan
sedan hitam. Omer tampak berhati-hati saat masuk ke dalam mobil orang itu.
Rupanya dia seorang polisi. Omer
memanggilnya, “Komandan!”
“Bagaimana kabarmu, Nak?” Tanya Komandan
Sami. “Lama tak melihatmu.”
“Benar, Komandan!”
“Meninggalkan Van dan pindah kesini itu
bagus. Kota ini butuh orang sepertimu. Ngomong-omong, kita harus membicarakan
sesuatu.”
Mereka lalu pergi ke suatu tempat.
Sementara itu di penjara, teman satu
selnya Taner turun dan membuat Taner terbangun.
“Kenapa kau memandangiku seperti itu?”
Taner terkejut.
“Ada orang jalang, dan aku sedang
mencarinya....” Jawab pria itu.
“Apa maksudmu?” Taner tak mengerti.
“Di dunia kami (dunia kejahatan), mereka
menyebut laki-laki pencuri istri orang dengan istilah Jalang. Dan Tayyar
membenci Orang jalang seperti itu.”
“Tayyar?” Taner shock. Ketakutan.
“Dia yang mengirimku kesini.” Ucap pria
itu yang langsung mengeluarkan tali dan menjerat leher Taner, hingga tubuhnya
merosok ke lantai. Taner berusaha melawan, namun tak mampu. Malam akhirnya ia
tewas terbunuh di sel penjaranya.
Di tepi pantai, Omer mulai membicarakan
Elif dengan Komandan Sami (mantan gurunya selama pendidikan polisi).
“Pria itu (Metin) merekam semuanya, Pak.
Mereka mengatur dengan sangat profesional. Dan sekarang mereka mengancam gadis
itu (Elif) dengan videonya.”
“Kau tahu bagaimana semua itu. Mereka
tak akan meninggalkan gadis itu sampai mereka menyelesaikan pekerjaan mereka
dengannya. Dengarkan aku! Mungkin kau akan menangkap ikan yang paling besar...”
“Aku tak tahu apakah itu tangkapan yang
paling besar, Pak.. tapi... yang jelas mereka sudah melakukan pekerjaan kotor
ini sejak lama. Berdasarkan buku harian Ahmed Denizer yang tersimpan di Roma,
mereka telah mencuci uang hingga miiaran dolar.”
“Wow...jumlahnya sama dengan kekayaan
negara berukuran kecil.”
“Benar.”
“Kucoba untuk memahami ini. Ahmed
Denizer... merupakan rekanan para petinggi. Atau mungkin kaki tangannya.”
“Akupun berpikiran seperti itu. Ketika
kita menangkap komplotan mereka, kita akan menemukan pembunuh Ahmed Denizer dan
juga Sibel. Pak, ada seseorang yang menjadi kunci di kasus ini, dan namanya
Metin.”
“Bagaimana dengan gadis itu. Namanya
Elif kan...?”
“Ya....”
“Apa yang akan kita lakukan dengannya?
Dia pun terlibat. Dia melakukan kejahatan itu. Dia bagian dari komplotan ini.
Kita harus berbuat apa? Akankah dia membongkar perbuatannya sendiri?”
“Pak, setap orang akan membayar
dosa-dosa mereka. Begitupun aku.”
Elif mengantar Nilufer ke rumah Tayyar.
Nilufer sempat menolak saat turun dari mobil, namun Elif terus memegangi
tangannya saat masuk ke dalam rumah Tayyar.
“Oh, selamat datang....” tayyar
menyambut kedatangan mereka di pintu gerbang.
“Maafkan kami, Paman tayyar. Kami
mengganggumi di jam-jam sekarang.”
“Tak masalah. Aku juga baru pulang dari
kantor! Masuklah! Selamat datang.”
Mert lalu keluar dan bertanya, “Apa yang
terjadi?”
“Tak. Tak ada yang terjadi.” Jawab Elif.
Nilufer lalu duduk bersama Mert di
bangku teras. Sedangkan Elif dan Tayyar masuk ke dalam rumah.
Mert bertanya pada Nilufer yang sedang
menangis. “Apa yang terjadi? Apa kau bertengkar dengan Elif?”
Nilufer tak menjawab. Menangis. Mert
lalu memeluknya.
Di ruang tamu, Elif berbincang dengan
Tayyar.
“Paman Tayyar, bisakah Nilufer tinggal
bersamamu sementara waktu?”
“Dengan senang hati, tentu saja dia bisa
tinggal disini. Kalian putri-putriku.”
“Dia menghabiskan waktu dengan seorang
pria yang bisa melukainya, tapi dia tak bisa melihat semua itu. Aku tak ingin
dia tinggal sendirian, Paman.”
“Jangan takut. Aku akan menjaganya seperti
ayahnya.”
“Terima kasih banyak. Dan kita harus
membahas kuliahnya. Dia menghentikan study-nya, padahal dia bisa
melanjutkannya... tapi...aku tak ingin dia pergi ke New York.”
“Baiklah. Kita akan mengurus semua itu
juga. Presiden universitas tempat Mert kuliah adalah temanku di klub. Itu
mudah.”
“Aku tidak tahu bagaimana aku harus
berterima kasih padamu...” Elif menggenggam tangan Tayyar. “Setiap aku
membutuhkan bantuan, kau selalu mengulurkan tanganmu.”
“Lalu, apa yang kau lakukan sendirian di
rumah sebesar itu? Karena Asli belum kembali. Atau kau akan menutup rumah itu?”
“Aku tidak akan berada di sini sementara
waktu...”
“Aku mulai khawatir sekarang...kemana
kau akan pergi? Apa kau akan pergi ke Roma?”
“Bukan. Sebenarnya aku masih akan
tinggal disini...tapi ada masalah yang butuh kuselesaikan. Maksudku... aku tak
akan bisa melanjutkan hidupku sampai semua beban itu lepas dari bahuku. Atau
saudari-saudariku yang akan tersakiti dan bukan diriku. Paman Tayyar... aku
telah membuat keputusan penting untuk diriku sendiri. Karena kami tidak
memiliki siapapun kecuali diri kami sendiri. Dan tentu saja, karenamu juga. Aku
harap aku bisa membayar semua hutang-hutangku suatu hari nanti.”
“Kau membicarakan sebuah teka-teki,
Elif. Aku merasa sedih sekarang. Bicaralah yang terus terang! Kemana kau akan
pergi?”
“Kau akan tahu nanti. Itu bukanlah
tempat rahasia.”
“Baiklah!”
Elif dan Tayyar keluar menemui Nilufer
dan Mert.
Setelah pamitan singkat, Elif akhirnya
pergi. Nilufer tampak acuh saja.
Tayyar lantas menasehati Nilufer agar
tinggal di rumahnya sementara waktu sampai kemarah Elif mereda. Tayyar lalu
meminta ponselnya Nilufer.
“Kenapa? Apa ada yang salah dengan
ponselku?” Tanya Nilufer.
“Aku sudah berjanji pada kakakmu! Aku
tak ingin sesuatu yang buruk terjadi padamu. Itu akan membuatku menyesal.
Berikan ponselmu! Aku akan menyimpannya, dan nanti kau bisa mendapatkannya
lagi!” Janji Tayyar.
Nilufer akhirnya bersedia memberikan
ponselnya.
Di lantai dua rumahnya, Tayyar menelepon
Metin.
“Ya, Paman!”Sapa Metin.
“Apa kau sudah menyiapkan kurir? Apakah
Elif akan pergi ke Roma?”
“Dia menolaknya. Tapi, aku akan
menyuruhnya lagi hari ini atau besok.”
“Saat kau menyuruhnya pergi, itu sudah
terlambat.”
“Apa yang kulewatkan lagi, Paman?”
“Cepat! Tinggalkan semua pekerjaanmu sekarang.
Temui akui di pantai. Aku akan menunjukkanmu apa yang kau lewatkan...!”
Kembali ke Omer dan Komandan Sami,
“Kau adalah bosku sekaligus guruku. Aku
bisa meragukan diriku sendiri. Tapi aku tak akan pernah bisa meragukanmu. Aku
setuju dengan apapun yang kau katakan.”Ucap Omer.
“Inilah Kapten Omer yang telah aku
besarkan. Jangan melakukan apapun sedikitpun sebelum mendengar arahanku...
Oke?”
“Baiklah!”
“Bahkan kakakmu tidak boleh tahu apa
yang kita bahas. Sepakat?”
Omer menyalami tangan Komandan Sami, “Sepakat!”
Setelah itu Komandan Sami pergi dengan
mobilnya. Tertinggal Omer di tepi pantai.
Elif menemui pengacarannya di apartemen.
Sebnem.
“Elif, apa yang terjadi? Apa kau
baik-baik saja?” Tanya Sebnem usai membuka pintu.
“Sebnem, maafkan aku. Aku tahu aku
mengganggumi di jam seperti ini tapi aku harus bicara padamu... ini sangat
penting.”
“Tentu saja... ayo masuklah...!”
Tayyar bertemu dengan Metin di dalam
mobil dekat pantai. Keduanya menonton video rekaman CCTV saat Asli mendorong
Zerin hingga kepalanya terbentur, lalu tewas.
Tayyar lalu menyuruh Metin menggunakan
rekaman video itu untuk mengancam Elif.
Kembali ke Elif dan Sebnem. Keduanya
duduk di atas sofa, saling berhadapan. Rupanya Elif sudah menceritakan
masalahnya pada Sebnem.
“Elif, apa kau yakin baik-baik saja?”
“Ya!”
“Hukuman untuk kasus pencucian uang
adalah kuburan, Elif! Apalagi mereka akan berpikir kalau kau bagian dari
komplotan pencucian uang...”
“Aku tak melakukannya atas keinginanku
sendiri, Sebnem! Mereka mengancamku.”
“Ya, kau benar, tapi sejak dulu ayahmu
telah memakai perusahaanmu. Ada tanda tanganmu juga, Elif. Jika kita tak bisa
membuktikan apapun, semuanya akan berada di tangan hakim, dan kau mungkin akan
mendekam di penjara.”
“Aku tak bisa hidup karena pria-pria itu
(Metin dan komplotannya). Mereka telah memasuki rumahku dan memainkan pikiran
Nilufer. Semua ini sudah cukup, Sebnem. Apapun yang akan terjadi, terjadilah!”
Hari berganti pagi.
Di penjara, teman satu sel Taner (orang
suruhan Metin yang sudah membunuh Taner) berteriak memanggil penjaga. Di
belakangnya terlihat Taner sudah tewas tergantung di jendela (seolah-olah bunuh
diri).
“Penjaga...! Apa ada seseorang? Pria ini
menggantung dirinya sendiri! Penjaga...!”
Di rumah sakit, Asli akhirnya membuka
mata. Matanya terbeliak memarah dan berkaca-kaca.
Di teras rumahnya, Elif memandangi
pantai dan jalan raya sembari melamun. Huliya datang dan menawarkan sarapan.
Tapi Elif menolak.
Elif lalu memberi Huliya seamplop uang
dan menyuruhnya cuti sementara waktu. Saa Asli pulang dari rumah sakit, dia
bisa kembali bekerja lagi.
Di rumahnya, Tayyar yang sedang sarapan,
ditelepon Metin.
“Mungkin kau ingin membaca surat kabar
yang mendoakan arwahnya Taner!” Beritahu Metin.
“Jika kau tak mendapatkan Elif, kau tak
akan mendengar “akhirnya selesai” dariku Metin.” Tayyar menutup ponselnya.
Metin masuk ke dalam mobilnya, dan
menghubungi Nilufer. Rupanya ponsel Nilufer ada bersama Tayyar. Tayyar pun
marah.
Elif meninggalkan rumahnya. Dia masuk ke
dalam mobil dan mengemudikannya.
Rupanya pagi itu Elif mendatangi kantor
polisi. Dia berniat melaporkan Metin dan juga dirinya sendiri. Namun tiba-tiba
ada mobil hitam melintas di dekatnya. Seseorang turun dari mobil, membawa
karung dan menyekap Elif di dalam mobilnya.
Mobil hitam itu lalu pergi ke suatu
tempat terpencil. Di rumah tua, dekat rel kereta.
Di dalam mobil, Elif yang wajahnya
tertutupi karung dan tangannya terikat, terus saja berteriak. Sang penculik
yang duduk di depannya akhirnya melepas ikatan tangan dan juga pembungkus wajah
Elif. Elif akhirnya tahu siapa yang menculiknya.
“Apa yang kau lakukan disini?” Tanya
Elif.
Rupanya yang membawa Elif ke tempat itu
adalah Omer dan Komandan Sami.
“Omer! Apa aku ditahan?” Tanya Elif,
ketakutan.
Omer hanya diam, memandangi wajah Elif.
Sesekali ia menoleh ke belakang, ke Komandan Sami yang duduk di depan setir.
“Omer. Tolong katakan sesuatu. Dimana
kau membawaku? Akankah kau menangkapku dan memenjarakanku? Sebenarnya... aku
sudah berencana menyerahkan diriku sendiri. Pengacaraku pun sudah siap sekarang.”
“Kita tahu tahu Nona Elif. Itu kenapa
kami mencegahmu. Aku tak berharap menemuimu seperti ini. Tenanglah!” Ucap
Komandan Sami.
“Siapa kau?” tanya Elif. “Bisakah kau
jelaskan padaku apa yang sebenarnya terjadi.”
“Aku Sami Tokgoz dari Biro Kejahatan Keuangan.
Kita disini untuk membicarakan uang yang telah kau cuci.”
Elif tampak shock.
Di penjara, jenazah Taner dibungkus
dengan kantong jenazah, lalu dievakuasi keluar sel. Ada petugas forensik juga.
Teman satu sel Taner yang sudah membunuhnya, berlagak memberikan kesakian pada
polisi.
“Aku berharap aku melihatnya... aku akan
bisa menghentikannya. Dia masih sangat mudah. Sungguh malang.”
Di ruang rahasianya, Tayyar sedang memotongi
daging hewan. Komisaris Ali datang.
Tayyar sedikit membahas tentang insting
seorang pembunuh.
Omer mengajak Elif turun dari mobil.
Elif merasa takut. Omer berusaha meyakinkannya, dan memegangi tangannya.
Mereka lalu masuk ke dalam rumah tua. Di
dalamnya ada sebuah ruangan, yang dilengkapi meja kursi. Disanalah mereka
berdiskusi.
“Nona Elif, sekarang dengarkan aku
baik-baik! Tempat ini dan apa yang kita bicarakan disini akan tetap menjadi
rahasia kita. Tak ada yang tahu kecuali kita bertiga. Termasuk
saudara-saudaramu, pengacaramu, dan sahabatmu Bahar juga. Tak seorangpun yang
tahu!” Pinta Komisaris Sami.
“Begitupun kakakku atau Pelin dan Arda.
Tak seorangpun yang akan tahu kecuali kita bertiga.” Tambah Omer.
“Kenapa?”
“Itu untuk melindungimu?” Jawab Omer.
“Apa yang kalian inginkan dariku.”
“Untuk bekerjasama dengan kita....”
“Aku tak mengerti. Kerjasama apa?”
Komandan Sami lalu menjelaskan,
“Komplotan para pencucian uang yang menggunakanmu.... kau akan melakukan apa
yang mereka suruh, dan kami akan menangkap mereka pada saat mereka lengah.”
“Tidak. Aku tak bisa melakukan hal seperti
itu. Aku akan ketahuan.”
“Kau harus melakukannya. Ada videomu
yang dipegang mereka.”
“Apa kalian berdua benar-benar ingin aku
melakukannya?”
“Mereka akan terus memanfaatkanmu sampai
kau habis, dan kau menjadi salah satu dari mereka...lalu mereka akan
menghabisimu. Sekalipun kau masuk ke dalam penjara.... mereka tetap akan
menemukan mayatmu di manapun.” Jelas Omer.
Omer lalu melanjutkan, “Kau akan
membantu kami, dan kami akan menolongmu. Kau akan bisa menyingkirkan pria itu.”
Elif diam, dan memikirkan semua
perkataan Omer itu.
Di dalam mobilnya, Metin terus saja
memandangi keping CD (rekaman video Asli saat mendorong Zerrin hingga tewas).
Rupanya dia sedang menunggu di depan rumah Elif. Seorang anak buahnya lalu
datang masuk ke dalam mobil. Dia memberitahu Metin soal Nilufer.
“Kami sudah menemukan gadismu, Bos.”
“Dimana kau temukan?”
“Di rumahnya Tayyar. Dia pergi ke sana
dengan banyak barang. Dan dia tak pernah meninggalkan rumah itu sekalipun,
sejak dia masuk ke sana.”
Metin tampak pucat dan memikirkan
sesuatu.
Di rumah sakit, Asli duduk membaca
majalah di atas tempat tidurnya. Ekspresinya ceria, seolah tak pernah terjadi
apa-apa. Tayyar lalu masuk menemuinya.
“Asli, aku baru saja dikabari kalau
sudah siuman. Boleh aku masuk?”
“Tentu saja kau boleh masuk!” Ucap Asli
sembari memeluk Tayyar. “Aku ingin menanyakan sesuatu. Dimana keluargaku? Aku
bangun dan ibuku tak ada disini. Taner juga pergi. Ibuku tak seperti biasanya.
Dia tak pernah meninggalkanku seperti ini. Dimana mereka?”
Tayyar tampak heran, namun dia
sebenarnya tahu apa yang sudah dialami Asli. “Tenanglah. Kemarilah... kesini
dan duduklah!”
Mereka berdua lalu duduk di tempat
tidur.
“Asli, cobalah mengingat. Apa yang
terakhir kau ingat?” Tanya Tayyar.
“Kemarin, aku bertengkar dengan
seseorang di toko. Temanku hamil, dan aku membelikan hadiah untuknya... lalu...
ibuku dan Taner membawaku ke sini. Semuanya normal. Tapi lihatlah, aku sekarang
baik-baik saja. Aku bisa pulang. Benarkan? Ayolah!” Tutur Asli. Dia tak
mengingat apapun yang dialaminya selama di rumah sakit. Dia juga lupa bahwa
dirinya telah mendorong ibunya hingga ibunya jatuh dan meninggal.
Tayyar lalu memeluk Asli. “Kau memang
sehat. Jangan takut sekarang. Semuanya akan baik-baik saja!”
(Tayyar baru sadar kalau obat bius yang
diberikan berlian pada Asli kemarin telah membuat Asli hilang sebagian
ingatannya).
Kembali ke Elif, Omer, dan Komandan
Sami.
“Percayalah pada kita!” Kata Omer.
Komandan Sami berucap, “Pilihlah. Kau
bekerjasama dengankita, atau kau terima nasibmu, masuk ke dalam penjara! Tapi
kuberitahu. satu hari dipenjara rasanya seperti seribu tahun untuk gadis
secantik dirimu. Kami ingin memberimu pertolongan besar.”
“Jika aku menerima tawaran ini, kau
ingin aku melakukan apa?”
Omer lalu duduk di depan Elif dan
bertanya, “Kapan terakhir kali Metin meneleponmu?”
“Beberapa hari yang lalu. Hari saat
ibuku meninggal.”
“Apa yang dia katakan?”
“Dia ingin aku mengantarkan uangnya ke
Roma. Aku tak tahu. Aku tak mengerti dengannya. Katanya ada kurir baru yang
kabur, dan sesuatu terjadi.”
“Apa yang kau katakan padanya?”
“Aku menolaknya, karena aku ingin
menyingkirkannya, Omer!”
Komandan Sami menyahuti, “Itulah tujuan
pertama kita. Sempurna!”
Omer lalu memberi arahan pada Elif,
“Jika Metin meneleponmu lagi, jawab teleponnya. Bersikaplah seperti biasanya.
Bicara dengan tenang, dan jangan biarkan dia mencurigaimu. Terima saja apapun
dia perintahkan. Kau akan ke Roma, dan kami berdua akan mengikutimu secara
rahasia. Kita akan tahu setiap langkah yang kau buat. Dengan kata lain, kau
akan melakukan pencucian uang lagi.”
“Biar kuberitahu. Itu tidak mudah. Itu
berbahaya. Membutuhkan keberanian. Omer sangat mempercayaimu. Dia bilang, Elif
akan berhasil. Bukan begitu, My Lion?” Ucap Komandan Sami.
“Begitulah!” Jawab Omer.
Elif melirik Omer. Dia tak menyangka
kalau Omer ternyata masih sangat mempercayainya.
“Kau punya waktu lima menit. Pergilah
keluar, berkeliling, dan kembailah kesini untuk memberitahu kami.” Pinta
Komandan Sami pada Elif. “Tapi pembicaraan ini tak akan terulang lagi. Buatlah
keputusan! Kau bekerja sama dengan kita.... atau terima nasibmu dan mendekam di
penjara...lalu terbakar!”
Omer menambahkan, “Atau... jebloskan
orang-orang yang sudah menghancurkan keluargamu dan kehidupamu ke dalam
penjara. Kau akan membersihkan namamu dan selamat dari hukuman apapun. Elif,
pada akhirnya, ada pembunuh ayahmu. Jadi pikirkan baik-baik keputusanmu!”
Elif pun keluar. Katanya, butuh udara
segar. Di sana dia memikirkan semuanya. Omer mengintipnya dari balik jendela.
Elif berjalan di dekat mobil. Pikirannya bingung.
Elif lalu menoleh ke arah Omer. Mereka
saling berpandangan. Setelah itu Elif masuk ke ruangan.
“Aku terima tawaran kalian!”
Sekitar 325.000 hasil (0,40 detik) Hasil Telusur
Dalam berita
Gambar untuk hasil berita
CINTA ELIF ANTV Omer Cemburu Elif Ditemani Levent
Solopos - 2 hari yang lalu
Kakak Elif, Asli di episode Cinta Elif malam ini masih ditahan pihak kepolisian. Saat di ruang ...
Berita lainnya untuk cinta elif episode 23
Cinta Elif Episode 17 (23 Oktober 2015) - Kabar Sensasi Artis
kabarsensasi.blogspot.com › ... › Sinopsis Cinta Elif episode 17
2 hari yang lalu - Cinta Elif Episode 17 (23 Oktober 2015): Kakak Elif Yang Super Misterius, Bikin Pusing! || Hei-hei para pencita drama korea eh Turki dhing.
Sinopsis Cinta Elif ANTV Episode 17 Tayang Jumat 23 ...
abadkejayaan-antv.blogspot.com › CINTA ELIF
18 Okt 2015 - Sinopsis Cinta Elif ANTV Episode 17 Tayang Jumat 23 Oktober 2015 ... Omer berbicara dg Elif sesaat lalu ia pergi mnyusul Husein..setelah ...
Sinopsis Cinta Elif Episode 17 Jumat 23 Oktober 2015 http ...
https://plus.google.com/.../posts/YTA8MDowKMF
tari harun
5 hari yang lalu - Sinopsis Cinta Elif Episode 17 Jumat 23 Oktober 2015 http://navya07.blogspot.com Ini Video Yang Akan ditayangkan ANTV Episode 17 Silahkan Klik videonya ya ...
Cinta Elif ANTV EP 17 Bahasa Indonesia 23 Oktober 2015 ...
Video untuk cinta elif episode 23▶ 14:43
https://www.youtube.com/watch?v=ctjdlwtuEEo
2 hari yang lalu - Diunggah oleh Drama Oke
Cinta Elif ANTV EP 17 Bahasa Indonesia 23 Oktober 2015 Part 1.
Sinopsis Cinta Elif ANTV Episode 17 Tayang Jumat 23 ...
https://plus.google.com/.../posts/HTHCENbYoHf
tari harun
18 Okt 2015 - Sinopsis Cinta Elif ANTV Episode 17 Tayang Jumat 23 Oktober 2015 http://abadkejayaan-antv.blogspot.com/ xml feed Sekitar 103.000 hasil (0,24 detik) Hasil ...
Gambar untuk cinta elif episode 23Laporkan gambar
Hasil gambar untuk cinta elif episode 23
Hasil gambar untuk cinta elif episode 23
Hasil gambar untuk cinta elif episode 23
Hasil gambar untuk cinta elif episode 23
Hasil gambar untuk cinta elif episode 23
Gambar lainnya untuk cinta elif episode 23
Sinopsis Cinta Elif Episode 1-Tamat (Terakhir) - kabar asia
www.kabarasia.com › Sinopsis › Sinopsis Turki
14 Okt 2015 - Sinopsis Cinta Elif Episode 1-Tamat (Terakhir) drama Turki terbaru hak ... Cinta Elif Episode 22; Sinopsis Cinta Elif Episode 23; Sinopsis Cinta ...
Sinopsis Cinta Elif Episode 23 Lengkap 29 Oktober 2015 ...
jodhaantv.blogspot.com › ELIF
18 Okt 2015 - 10 Okt 2015 - Semakin seru kisah cinta Elif yang tayang di ANTV, Berikut Link ... Sinopsis Cansu & Hazal ANTV Episode 23 Senin 28 ...
Sinopsis Cinta Elif Episode 18 Lengkap 24 Oktober 2015 ...
jodhaantv.blogspot.com › ELIF
17 Okt 2015 - 39 detik yang lalu - Sinopsis Cinta Elif Episode 17 Lengkap 23 Oktober 2015. JODHAANTV.BLOGSPOT.COM ISI PERTAMA Sinopsis Cinta Elif ...